Terbiasa dalam 'BEDA'

Aku terlahir dari kedua orang tua dengan keyakinan berbeda, sudah barang tentu aku punya keluarga besar beraneka macam jenisnya. Herannya kami ga pernah seheboh membeda-beda seperti yang ada diluar sana. 
Kami terbiasa dalam beda, memberi dan menikmati banyak cinta, hingga tak ada waktu untuk debat perihal agama !

Pernah ada masa dimana aku yang kecil itu mulai paham kalau mama yang seorang Katolik itu meyakini hal yang berbeda dengan papa dan adik perempuanku yang Muslim. Ya.. dirumah memang cuma mama yang sembahyang dengan cara yang tidak sama. Masih ingat betul mama yang seringkali membawa pulang kue setelah pulang sembahyangan dirumah temannya, tapi papa tidak memperbolehkan aku dan adikku untuk menikmati kue itu. Aku yang kecil itu mungkin belum paham kenapa? tapi sungguh aku yang kecil itu sudah paham betul bagaimana sedihnya mama. Rasanya pada diriku ada marah yang tidak tersampaikan... kenapa harus dengan begitu caranya ? Saat ini aku mulai paham, mungkin karena kue tersebut didoakan dengan cara yang berbeda. Ah kamu juga pasti sudah sering dengar kan "hati-hati kalau dikasih makanan sama orang Kristen nanti makanannya sudah didoakan supaya kamu ikutan jadi Kristen." 
OMG plis deh -_-

Untungnya perihal kue itu tidak berlangsung lama, kue-kue yang mama bawa dari sembahyangan sudah bisa aku nikmati sesuka hati. Saat kecil dulu akupun beberapa kali ikut perayaan Natal di rumah salah satu teman mama yang masih satu lingkungan. Karena ada tradisi anak-anak biasanya dapat bingkisan natal walau sekedar panganan kecil yang masih harus disortir dulu sama mama setelah sampai rumah, maklum saja semua makanan yang masuk perutku harus melalui seleksi Ibu Negara. Saat akan makan, mereka yang tahu bahwa aku muslim itu akan heboh mengingatkan "Mba Putri, yang ini jangan yaa... Mba Putri boleh makan Ayam dan lainnya tapi yang ini jangan" dan aku akan senyum paham. Terima kasih :)

Putri kecil juga pernah antar mama ke gereja, waktu itu masih belum di gereja yang sebenarnya, masih numpang di salah satu kampus ternama, hei mama tidak bawa aku masuk untuk sembahyang bersama, aku dititipkan pada kumpulan anak-anak, kami mewarnai dan dikasih donat, mereka tentu berdoa dengan caranya, aku paham cara doa ku berbeda, maka aku cukup diam dan sama sekali tidak ada yang memaksaku membentuk salib saat berdoa. 

Sekarang usiaku 23tahun, tidak ada satupun makanan yang aku dapatkan dari mereka merubah keyakinan pada Tuhan yang aku percaya. Entah darimana asal cerita...

Sejak kecil bahkan sebelum mengenal sekolah, orang tua ku sudah memberikan pendidikan agama melalui TPA, prestasiku disana bisa dibilang membanggakan, saat wisuda TPA aku diantara kakak-kakak senior lainnya menjadi peserta paling imut tentunya... Lomba Hapalan Surat atau Tilawatil Quran entah hanya ditingkat RT atau lomba antar TPA selalu saja ada hadiah yang berhasil dibawa pulang ditangan. Rasanya orang-orang disekitar sudah hapal betul kemampuanku dalam hal ini. Meski bukan mama yang ajarkan, tapi tahukah kamu ada mama yang marahnya luar biasa kalau aku bolos ngaji -_-
Kadang suka kebablasan tidur karena berangkat ngaji itu jam setengah tiga sore... kebayang lagi panas-panasnya dan ngantuk hehe. Mama lah yang dengan hebohnya siapkan nasi kuning untuk teman-teman dan guru di TPA. Lupa sih itu waktu baru naik tingkat dari Iqra ke Al-Quran atau pas khatam Quran yaa.. Pokoknya mama adalah orang yang paling rajin bikin sukuran hoho. 

Pernah suatu hari, mama begitu kecewa karena sepulangnya dari TPA salah satu anaknya bertanya, "Papa, emang kalo orang Kristen itu masuk Neraka ya ?". Sampai hari ini aku pun tidak begitu ingat entah itu aku atau adikku yang bertanya. Tapi kalau itu aku, oh Tuhan kenapa tak kau jepret karet saja mulutku ini waktu itu! Seenaknya saja bicara mengenai siapa yang berhak masuk Surga. Memang kamu siapa ?

-------------------------


Saat bulan puasa mama yang siapkan makan sahur dan mikirin menu buka puasa. Meski mama ga perlu repot-repot siapkan sendiri, karena kalau ga beli, sudah ada Ibu catering yang siapkan menu tiap hari. Waktu lebaran, kami sekeluarga hampir selalu tiap tahun pulang kampung ketempat papa, mama pun ikut tradisi sungkem bertemu dengan keluarga besar. Besar banget kayaknya sih, seperti sehari ga cukup ketemu semua. Mama pula yang sibuk siapkan hadiah lebaran atau angpau untuk ponakan dan cucu-cucunya disana. Meski berbeda, tidak ada terlihat penolakan dari mereka. Mama begitu disayang, kalau kami datang seperti seluruh makanan yang ada mau dikeluarkan. Pernah satu hari dalam obrolan ringan aku, adikku, dan si mbah (ibunya papa), mbah bilang "gausah dipaksa didoakan saja, yang penting baik sehari-harinya" begitu lah kira-kira.

Kami pernah punya tetangga persis disebelah rumah, om tante yang sepertinya belum punya anak, si tante adalah perempuan yang menutup aurat dengan luar biasa baiknya. Aku hanya menduga-duga tante ini baik paras seperti perilakunya, karena hanya matanya saja yang bisa kulihat. Di sekitar rumahku memang banyak yang seperti ini penampilannya. Tante baik ini tidak pernah menolak setiap kali kami antarkan makanan usai sembahyangan mama dirumah. Dengan penampilannya yang seperti itu, pernah juga terlintas apakah mereka mau menerima ? tapi nawaitu aja deh, Alhamdulillah tante baik ini ga lantas jadi ceramah. Waktu mereka pulang dari luar kota, pun sebaliknya, tante baik ini antarkan oleh-oleh yang aku lupa jenisnya tapi aku ingat satu hal, itu enak hehe. Tetangga lain yang penampilannya juga seperti si tante baik ini pun, selalu senyum dan sapa ajarkan ke anak-anaknya, yah walaupun senyumnya tidak terlihat juga, tetapi dari matanya ada tulus yang aku terima.


Sekarang saat sudah kerja, aku ada dilingkungan yang mayoritasnya adalah non-muslim, tidak sulit bagiku karena sudah terbiasa dengan perbedaan cara beribadah. Tidak satupun dari mereka yang aku temui memberi ketidaknyamanan jika bicara mengenai kepercayaan. Saat ada makanan yang kami muslim tidak dibolehkan makan, mereka akan ingatkan, "yang ini gaboleh ya, untuk kalian sudah dipisahkan" malah seringkali kami jawab dengan "ah harusnya jangan dikasih tau, kan kalau gatau boleh makan" sambil nyengir. Tapi mereka tidak pernah membiarkan... baik ya :)


Semakin aku dewasa, anggota keluarga semakin banyak, namun perbedaan semakin tidak berarti, khususnya pada keluarga mama. Adik-adik mama yang laki-laki ada tiga, dua diantaranya menikah dengan perempuan yang sebelumnya muslim dan sekarang telah mengikuti suaminya. Sudah pasti keluarga istri-istri om ku ini adalah muslim juga. Bagi keluarga besar kami, "Bhinneka Tunggal Ika" tidak hanya semboyan belaka. Bahkan satu dari om ku ini adalah Kristen sedang lainnya adalah Katolik. Satu dari om ku pun menikah dengan wanita Batak yang tentu semakin menambah keberagaman keluarga kami yang berasal dari Jawa. Tapi tak ada kehebohan seperti orang-orang diluar sana. Kadang aku pun gagal paham ini sebenarnya orang-orang lagi apa ? hobi kok ribut ! mbok yo cari hobi yang lain toh... 


Bahkan pada adik-adik sepupuku yang masih kecil, mereka mulai memahami bahwa ada Pakde dan kakak-kakaknya yang harus Sholat saat kita sedang kumpul. "Mba mau sholat yaa ?" begitu biasanya mereka akan tanya lalu duduk diam menunggu sampai selesai. Kalau aku lupa bawa mukena, tante ku yang Katolik itu tidak keberatan pinjam pada tetangga. Saat adik-adik kecil ini mau makan, akupun biasa tanya "sudah berdoa?" kemudian mereka akan berdoa dengan caranya, walau aku gabisa menuntun mereka berdoa karena aku pun gatau gimana caranya.


Seperti saat kumpul keluarga kemarin, meski dalam suasana Natal, tidak ada cara khusus dalam merayakan Natal, tidak juga ada pohon Natal. Selalu begitu memang setiap tahunnya. karena memang tidak dari kami semua merayakannya. Kami hanya ambil momen untuk bisa kumpul semua, sekedar makan malam dan bertukar cerita berbagi tawa melihat tingkah lucu adik-adik kecil yang ceria. Buat games dan beri hadiah agar Natal bagi mereka tetap berkesan. Yang spesial malam kemarin ada keluarga besar dari tanteku yang sengaja datang, ayah ibunya bahkan sampai neneknya. Eits ga cuma itu aja, ada keluarga besar dari tante yang satu lagi juga, ramai tak disangka. Yup benar sekali mereka tidak merayakan Natal...


Malam itu kami berkumpul, kami berdoa mengucap banyak syukur, meski dengan banyak perbedaan, kami masih tetap jadi satu yang tidak terpisahkan. Sungguh syukur tak ada habisnya karena aku dipilih untuk ada diposisi ini, bukan diposisi mereka yang sibuk mengomentari, yang merasa pendapatnya lebih benar dari lainnya. Aku bersyukur dikenalkan pada orang-orang baik meski kami berbeda. Sungguh pada mereka tidak kutemukan satupun yang sanggup aku perangi, aku lukai, meski hanya hatinya.


Saat kami bahagia menikmati banyak cinta, yang aku lihat mereka sedang debat disana-sini dimana-mana. Saat kami makan-makan sampai bingung mau ditaruh di perut bagian mana, mereka pun masih debat. Kami lagi yang enak-enak, mereka masih pula debat hal yang sama...mungkin sampai bulan bisa ngomong !


Perihal 'ucapan' saja bisa jadi perdebatan panjang yang ga ada ujungnya dan diulang-ulang setiap tahunnya. Padahal menurut survey 'saya sendiri' sepertinya tidak satupun dari mereka ngarep-ngarep banget diucapin. Mau ngucapin sukur, gamau yowis... sungguh tidak berkurang sedikit pun rejeki dan bahagia mereka hanya karena tidak mendapat ucapan 'selamat' dari kamu yang selalu ribut-ribut disana !


Untungnya Kami sibuk memberi dan menerima banyak cinta, hingga tak ada lagi waktu untuk debat perihal agama...


Bahagia atas karunia-Nya


Komentar

  1. Excellence ponakan tante yg satu ini.. love u full..
    GOD BLESS YOU

    BalasHapus
  2. terbiasa dalam beda...
    judul yang sangat menarik dengan kisah yang penuh inspirasi putri.... wauuu keren
    kita tidak pernah dan tidak dapat memilih dilahirkan oleh siapa, orang tua kita agama apa, suku apa dan bangsa apa dll..itu semua 100% hak nya Tuhan. aku suka baget kisah mama mu, pasti mama mu cantik ya seperti kamu...good luck ya ku tunggu loh cerita selanjutnya..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suami Perokok dan Istri Underweight Bisa Hamil, Ikhtiar apa saja?

182 days with ❤